Abraham menggarisbawahi urgensi perlindungan sosial ketenagakerjaan di tengah dinamika sosial-politik dan tantangan ekonomi yang kian kompleks. “Banyak negara saat ini mengalami perlambatan ekonomi, dan Indonesia pun tidak lepas dari tekanan yang sama. Meski tampak baik-baik saja, kita harus jujur bahwa tantangan ke depan semakin besar,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sejumlah permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat seperti kenaikan harga pangan, isu tenaga kerja asing, tingginya angka pengangguran, dan kemiskinan yang mencapai angka 60 persen menurut data BPS. Abraham menambahkan, “Kita tidak bisa menutup mata. Persoalan ekonomi itu erat kaitannya dengan kebijakan politik. Karena itu, masyarakat—termasuk umat Katolik—tidak boleh apatis terhadap politik.”
Sementara itu, drg. Huga Sekar Arum menegaskan bahwa jaminan sosial tidak hanya soal aspek ekonomi, tetapi juga sangat penting untuk keberlangsungan hidup pekerja dan keluarganya. “Good governance dalam perlindungan sosial adalah bentuk keberpihakan negara terhadap rakyatnya,” ujarnya.
Diskusi tersebut juga menekankan perlunya keterlibatan aktif masyarakat dalam proses legislasi agar Raperda bisa betul-betul memenuhi kebutuhan masyarakat. Raperda Jamsosnaker yang tengah disusun DPRD Banten ini bertujuan memperluas cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan, yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
“Pemerintah wajib hadir untuk melindungi pekerja, terutama yang rentan. Selama ini, BPJS Ketenagakerjaan telah menjalankan program tersebut, namun Perda ini akan menjadi payung hukum yang memperkuat pelaksanaannya di daerah dan memperluas cakupan,” jelas drg. Huga.
Pada sesi tanya jawab, seorang peserta bernama Reda bertanya mengenai perbedaan peran BPJS dan Perda Jamsosnaker. Abraham menjawab bahwa Raperda ini merupakan bentuk komitmen pemerintah daerah dalam mendukung dan mengarahkan pelaksanaan program nasional agar menjadi lebih terstruktur dan merata.
Peserta lain, Agustinus, memberikan kritik terhadap penggunaan frasa “dapat memberikan subsidi” di draf Raperda yang dinilai kurang tegas. “Seharusnya kata yang digunakan adalah ‘wajib’, bukan ‘dapat’. Jika pemerintah daerah mewajibkan pemberian subsidi, tentu akan lebih banyak warga yang dapat mengikuti program jaminan sosial ini,” ujarnya.
Narasumber lain, Ananta Wahana, menggarisbawahi pentingnya sosialisasi berkelanjutan agar masyarakat memahami hak dan akses perlindungan sosial. “Kita tidak bisa berharap masyarakat paham jika tidak ada komunikasi yang berkelanjutan. Sosialisasi seperti ini penting agar masyarakat tahu hak-haknya, tahu apa saja yang bisa mereka akses, dan juga tahu bahwa negara hadir untuk mereka,” katanya.
Dia juga menambahkan bahwa DPRD dan pemangku kepentingan memiliki tugas penting dalam memastikan informasi terkait Raperda Jamsosnaker tersampaikan dengan jelas dan mudah dimengerti oleh masyarakat. (*)
4 hour ago
[…] Ia menambahkan, DPRD dan seluruh pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam memastikan bahwa informasi mengenai Raperda Jamsosnaker tersampaikan dengan jelas dan mudah dipahami. (*) […]