Jakarta, 12 Juni 2025 – Maraknya praktik jual-beli akun dan penyalahgunaan data pribadi di dunia digital menimbulkan kekhawatiran baru di tengah pesatnya pertumbuhan industri kripto. Salah satu modus yang kian sering ditemukan adalah penjualan akun yang sudah terverifikasi (KYC) di media sosial, serta penggunaan identitas orang lain untuk mengakses layanan keuangan digital, termasuk platform kripto.
Selain itu, kasus penipuan digital yang melibatkan deposit saldo yang berasal dari akun e-wallet yang diretas juga meningkat hingga phishing lewat pesan instan menjadi sorotan serius di tengah pertumbuhan pesat industri fintech dan kripto. Para pelaku memanfaatkan celah keamanan dan rendahnya literasi digital pengguna untuk menyamar sebagai institusi resmi, lalu menyebarkan tautan berisi malware atau situs palsu guna mencuri data pribadi dan akses ke akun pengguna. Hal ini menjadi sorotan serius di tengah laju pertumbuhan pesat industri fintech dan kripto di Indonesia.
Menurut data dari layanan CekRekening.id milik Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sepanjang 2017 hingga 2024 telah diterima sekitar 572.000 laporan masyarakat terkait tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE), di mana 528.415 di antaranya merupakan kasus penipuan transaksi online. Modus yang digunakan terus berkembang, namun sebagian besar masih berkisar pada penyalahgunaan identitas, akun palsu, serta pengelabuan pengguna melalui tautan phishing.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyatakan bahwa tren ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Ia menegaskan pentingnya meningkatkan sistem keamanan sekaligus memperkuat edukasi kepada masyarakat. Ia menegaskan komitmennya dalam memperkuat sistem perlindungan pengguna dan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk memberantas praktik ilegal tersebut.
“Kami menerima banyak laporan aksi jual-beli akun KYC di media sosial yang cukup meresahkan. Penggunaan akun yang diperjualbelikan secara ilegal sangat berisiko, baik bagi individu maupun ekosistem secara keseluruhan. Ini bisa dimanfaatkan untuk aktivitas penipuan, pencucian uang, dan tindak kejahatan digital lainnya,” ujarnya.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur menjual atau membeli akun kripto, dan tidak menggunakan jasa verifikasi KYC ilegal. Selain melanggar hukum, praktik ini juga mengorbankan keamanan data pribadi,” tegas Calvin.
Tokocrypto, sebagai platform kripto yang telah beroperasi sejak 2018, terus memperkuat sistem perlindungan pengguna melalui verifikasi akun (KYC) yang ketat, monitoring transaksi secara real-time, serta penggunaan teknologi keamanan berlapis, seperti autentikasi dua faktor (2FA) dan biometrik. Langkah-langkah ini dirancang untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan akun dan memberikan rasa aman bagi seluruh pengguna.
Selain itu, Tokocrypto telah menjalin kerja sama dengan mitra verifikasi identitas terpercaya dan pihak kepolisian dalam menangani kasus fraud secara preventif maupun represif. Tak hanya berfokus pada pengamanan sistem, Tokocrypto juga aktif melakukan identifikasi terhadap akun-akun yang terindikasi digunakan untuk praktik ilegal.
“Kami telah berkolaborasi dengan berbagai mitra untuk mencegah, melacak, dan menindak akun-akun yang terlibat dalam praktik jual-beli akun ilegal. Ini adalah bentuk komitmen kami dalam menjaga integritas dan keamanan ekosistem kripto,” tutur Calvin.
Ia menambahkan bahwa kerja sama lintas sektor merupakan bagian penting dari strategi pencegahan jangka panjang terhadap berbagai jenis penipuan digital yang makin kompleks. Melalui pendekatan ini, diharap dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap industri kripto sekaligus menjadi bagian dari solusi dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan aman.
“Kami juga aktif mengkampanyekan literasi digital dan edukasi publik tentang bahaya penipuan daring, pentingnya menjaga data pribadi, serta cara mendeteksi informasi palsu. Dengan sinergi dan kesadaran bersama, industri kripto Indonesia dapat tumbuh secara sehat, aman, dan berkelanjutan,” pungkas Calvin.
Artikel ini juga tayang di vritimes